Pertemanan ini dimulai ketika Rindu masuk TK di hari pertama. Bukan hanya para bocah yang takut dan malu, beberapa ibu pun ikut tegang. Walaupun tak saling mengenal, para ibu yang anaknya tetap cool, membantu ibu yang sebal membujuk anaknya yang culun. Tanpa sengaja, akhirnya berenam menjadi akrab.
Tiga bulan pertama, persahabatan berlaku hanya di jam anak sekolah. Tak ada urusan di luar jam sekolah… tak ada sms, telepon, apalagi ketemuan. Hampir setiap hari mengisi waktu bersama sambil menunggu bel pulang berbunyi. Beragam kegiatan dilakukan. Senin….shopping, mulai dari ke pasar tradisional hingga mal. Selasa…senam, semua sanggar dicoba. Rabu… ngaji, paling seneng kalo guru ngajinya nggak bisa datang. Kamis…jualan, punya siapa pun dibeli. Jumat….arisan, saling pengen duluan. Sabtu…. makan-makan, semua menu dilahap.
Setelah tiga bulan pertama, tak terasa intensitas pertemuan meningkat. Sore…para bocah mulai diberi les. Semakin lama, terasa tak ada jarak. Tak hanya bocah yang saling bergantung, para ibu mulai saling menitip harapan. Bikinin pudding, Fi. Bikinin arem-arem, La. Beliin seprei, Ret. Beliin udang, Mbak. Titip anak gw, Nis… Nah lho… hehehehe.
Kedekatan semakin erat. Susah senang dirasa bersama. Gak punya duit. Pembantu pulang kampung. Mertua galak. Anak sakit. Dipanggil guru karena bocah berantem. Bantuin kakak bikin PR. Mesin cuci rusak. Tetangga rese. Berbagi ojek. Mmmm…yang lagi bermasalah berat berasa ringan,…yang lagi bahagia bertambah hepi. Tetap berenam! Tanpa gap! Dua tahun berjalan mulus. Melalui seleksi alam, saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dicela…kudu! Ngambeq…gak boleh!
Para bocah mulai masuk SD. Agak sedih karena 2 teman memilih sekolah yang berbeda. Tapi harapan untuk bersama tetap masih kuat karena rumah yang saling berdekatan. Aktivitas tetap sama, walaupun yang beda sekolah agak pontang-panting. Suatu hari, salah satu teman memutuskan untuk pindah rumah dan tidak bisa berkegiatan. Ya..kecewa sih…soalnya dia yang paling sering dan rela dicela! Sampai terbersit pikiran…apa dia sudah capek jadi bahan celaan, ya? Tapi karena masih satu daerah….qt masih sering bertemu sesekali. Masih telepon…masih suka pesen ini itu. Yang jadi masalah…peserta ngaji kurang satu. Semakin pendek saja giliran buka majlis. Huh!
Tinggal berlima! Mulai berpikir harus ada korban untuk dicela, niy! Yup! Ada yang cocok. Walaupun agak sering melawan, makin seru. Aktivitas dan persahabatan tetap sama, makin solid! Apalagi setelah salah satu teman mendapat hadiah mobil dari suami tercinta. Jadi kecipratan, deh. Mau ke mana aja, tariiik! Dengan syarat, no gang!
Terasa begitu mendadak, korban celaan kedua mengabarkan akan pindah ke Jawa. Deg! Sangat sedih…karena tanpa angin…tanpa badai… berita yang sangat mengejutkan. Berarti anak-anak harus pindah sekolah, dong. Tak bisa berbuat apa-apa, akhirnya sekeluarga diboyong ke Jawa. Jangan ditanya air mata yang keluar, isak tangis pun tak tertahan.
Hanya berempat!! Walaupun berat…tanpa saling bicara pun…qt berempat tau…bahwa qt masih ingin bersahabat. Karena hanya berempat, apalagi para bocah semakin besar… curhat semakin mendalam. Petualangan semakin meluas. Ekspedisi mal, sanggar senam, salon, dokter, semualah. Saran, komentar, gossip, bisik-bisik, petuah, nasihat…hingga ajaran sesat! Sayangnya, mengaji pun mengendur! Pengajian bubar…walaupun setahun dua kali masih sungkem ke guru ngajinya! Berempat berusaha bertahan. Yang menangis, air matanya ditampung. Yang tertawa, diingatkan tak terbang terlalu tinggi.
Sekarang! Enam tahun berlalu! Mungkin ini ujian terberat bagi qt berempat! Yang paling bawel, judes, gak mau kalah, usil…, tapi juga baik hati, lucu, perhatian… mendapat cobaan! Sekuat tenaga bertiga berusaha meringankan beban. Menghiburnya untuk tetap ceria. Membantunya melewati masa-masa sulit. Mencoba mengerti alasan yang tak jelas. Mengerutkan kening mencerna keputusannya. Menemaninya walaupun tak setuju tindakannya. Berupaya meluruskan hatinya yang berbelok. Yang penting dia tersenyum. Tapi, semakin hari, semakin tak dimengerti. Semakin lama, semakin menjauh. Semakin dikejar, semakin berlari. Tak tau isi hatinya! Tak bisa memprediksi rencananya! Tak tau di mana sekarang! Tak ada telepon, sms, apalagi chat! Dua minggu menunggu kabar tentangnya berasa enam tahun! Dua hari setelah sms tak dibalas terasa enam tahun yang sia-sia. Tak ingin merasa habis manis sepah dibuang! Tapi diingatkan… dilepeh deh! Atau dimuncratin! Berasa gagal menjadi sahabat yang baik. Apakah telah menyakiti hatinya. Mencari-cari apakah ada kesalahan yang tak disukanya.
Tapi…lebih lega setelah berpikir bahwa pernah mendampinginya di masa-masa beratnya, walaupun khawatir apakah masa klimaksnya benar usai. Tak begitu bersedih karena tak pernah berniat meninggalkannya, walaupun ia mungkin tak ingin ditemani. Nyaris tak kecewa karena berpikir keputusannya membuatnya bahagia, walaupun kami selalu siap menerima sedihnya. Yang pasti, selalu berharap yang terbaik untuknya. Sukses menggapai cita-citanya. Mengumpulkan waktunya yang terbuang. Pun berharap dia kembali. Semoga Allah merahmati dan memberkahi qt semua. Amin!
Rabu, 10 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar